Mengenal Penyakit Udang : Penyakit Yellowhead
Penyebab : Yellow Head Virus (YHD), corona-like RNA virus (genus Okavirus, family Ronaviridae dan ordo Nidovirales) 
Bio – Ekoloi Patogen :
• Krustase yang sensitif terhadap infeksi virus ini antara lain: Penaeus monodon, P. merguensis, P. semisulcatus, Metapenaeus ensis, Litopenaeus vannamei, dll.
• Udang windu merupakan jenis udang yang sangat sensitif, pada kasus akut dapat mengakibatkan kematian hingga 100% dalam tempo 3.5 hari sejak pertama kali gejala klinis muncul.
• Penularan terjadi secara horizontal melalui air atau kanibalisme terhadap udang yang sedang sakit atau pakan yang terinfeksi virus.
• Post larvae (PL) udang windu berumur < 15 hari relatif resisters terhadap infeksi virus ini dibandingkan dengan PL yang berumur 20-25 hari atau juvenil.
• Secara molekuler (sequencing DNA) dari produk reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) virus yellow head memiliki kemiripan dengan gill-associated virus (GAV), meskipun berbeda jenis atau strain.
Gejala Klinis
• Juvenil udang berukuran antara 5-15 gram memiliki nafsu makan yang tinggi (abnormal) selama beberapa hari, untuk selanjutnya berhenti (menolak) makan secara tiba-tiba.
• Sekitar 3 hari setelah menolak makan, mulai terjadi kematian massal
• Udang yang sekarat berkumpul di dekat permukaan air atau ke sisi pematang kolam/tambak
• Insang berwarna putih, kuning atau coklat
• Cephalothorax berwarna kekuningan, sedangkan bagian tubuh lain berwarna pucat
Penyakit ini dapat menimbulkan kematian massal dalam waktu 2-4 hari
Diagnosa :
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pengendalian :
• Gunakan benur yang benar-benar bebas YHV/SPF
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
• Lakukan pemanenan di tambak/kolam pada saat terjadinya serangan penyakit, pemanenan dini tidak dapat mengurangi tetapi hanya mengeliminasi kerugian ekonomi.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010
Bio – Ekoloi Patogen :
• Krustase yang sensitif terhadap infeksi virus ini antara lain: Penaeus monodon, P. merguensis, P. semisulcatus, Metapenaeus ensis, Litopenaeus vannamei, dll.
• Udang windu merupakan jenis udang yang sangat sensitif, pada kasus akut dapat mengakibatkan kematian hingga 100% dalam tempo 3.5 hari sejak pertama kali gejala klinis muncul.
• Penularan terjadi secara horizontal melalui air atau kanibalisme terhadap udang yang sedang sakit atau pakan yang terinfeksi virus.
• Post larvae (PL) udang windu berumur < 15 hari relatif resisters terhadap infeksi virus ini dibandingkan dengan PL yang berumur 20-25 hari atau juvenil.
• Secara molekuler (sequencing DNA) dari produk reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) virus yellow head memiliki kemiripan dengan gill-associated virus (GAV), meskipun berbeda jenis atau strain.
Gejala Klinis
• Juvenil udang berukuran antara 5-15 gram memiliki nafsu makan yang tinggi (abnormal) selama beberapa hari, untuk selanjutnya berhenti (menolak) makan secara tiba-tiba.
• Sekitar 3 hari setelah menolak makan, mulai terjadi kematian massal
• Udang yang sekarat berkumpul di dekat permukaan air atau ke sisi pematang kolam/tambak
• Insang berwarna putih, kuning atau coklat
• Cephalothorax berwarna kekuningan, sedangkan bagian tubuh lain berwarna pucat
Penyakit ini dapat menimbulkan kematian massal dalam waktu 2-4 hari
Diagnosa :
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pengendalian :
• Gunakan benur yang benar-benar bebas YHV/SPF
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
• Lakukan pemanenan di tambak/kolam pada saat terjadinya serangan penyakit, pemanenan dini tidak dapat mengurangi tetapi hanya mengeliminasi kerugian ekonomi.
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010

Pohon kamboja, khususnya kamboja berbunga putih (Plumeira alba), masih dipandang sebelah mata. Sebab, kebanyakan tanaman ini tumbuh di kuburan. Tidak jarang, orang menyebutnya sebagai bunga kuburan. Bunganya yang telah dikeringkan, lantas ditumbuk halus, banyak dipakai sebagai bahan baku wewangian, kosmetik, industri kerajinan dupa, spa, serta teh herbal.
Untuk harga perkilo, kami tidak mematok harga paten dikarenakan harga yang tidak stabil dan berubah sewaktu-waktu. Jika anda berminat, silahkan hubungi kami atau jika anda ada di Banjarmasin, bisa datang langsung ke tempat kami.






0 komentar:
Posting Komentar