KISAH SUKSES REDENOMINASI DISEJUMLAH NEGARA
Adalah Darmin Nasution yang melemparkan bola liar wacana penyederhanaan mata uang rupiah atau redenominasi. Gubernur Bank Indonesia yang baru saja terpilih ini berencana menyunat tiga digit pada nominal rupiah. Darmin menyatakan, angka rupiah yang terlalu tinggi sudah tidak efisien lagi. Misalnya pada penyebutan harga barang hingga proses pembukuan. Bahkan tidak jarang restoran-restoran besar sudah menyebut Rp75 untuk penyebutan Rp75 ribu. Wajar saja Darmin ngotot, sebab belajar dari Turki, redenominasi yang dilakukan negara di perbatasan Eropa dan Asia ini sukses. Pada 2005, Turki memotong enam digit pada nominal mata uangnya. Saat itu 1 juta lira (uang Turki lama) sama dengan 1 lira uang baru (YTL). Tapi tak tanggung-tanggung, Turki menyiapkan kebijakan ini sampai 10 tahun.
Kesuksesan ini lalu ditiru Rumania. Pada 1 Juli 2005 Rumania memperkenalkan lei baru (RON) yang senilai 10 ribu lei lama (ROL). Rumania mengeluarkan pecahan 100 lei baru yang menggantikan 1 juta lei, pecahan terbesar saat itu. Tampilan uang itu pun mirip. Hanya angkanya saja yang beda. Setelah redenominasi itu, nilai tukar mereka terhadap dolar AS menjadi 2,98 lei baru. Sementara terhadap euro menjadi 3,6 lei baru. Gubernur Bank Nasional Rumania Mugur Is?rescu terpaksa memotong lei karena inflasi di negera itu sangat tinggi. Di Zimbabwe, pada pertengahan 2008, bank sentral Zimbabwe juga sukses memangkas nominal uang hingga seper sepuluh miliar. Alias 10 miliar Zimbabwe dipotong menjadi 1 dolar Zimbabwe. Pemotongan ini menyusul inflasi parah hingga 2,2 juta persen. Pedagang terpaksa menaikkan harga jualan demi mempertahankan bisnisnya.
Hiperinflasi yang terjadi di negeri Afrika ini tidak lain disebabkan langkah Gubernur Bank Sentral Zimbabwe Gideon Gono yang memotong 3 digit nominal dolar Zibabwe pada pertengahan 2006. Hal ini dilakukan agar penduduk tidak kerepotan membawa bergepok-gepok uang untuk berbelanja. Namun, gara-gara itu, harga barang malah naik drastis. Pada tahap pertama ini, redenominasi di Zimbabwe bisa dianggap gagal. Menyikapi kasus Zimbabwe yang gagal di tahap pertama, analis mata uang Farial Anwar mengatakan, "Jangan samakan Indonesia dengan Zimbabwe. Perekonomian Indonesia jauh tertata rapih dibandingkan dengan Zimbabwe." Meski demikian, Indonesia harus waspada dengan mempersiapkan rencana ini secara matang. "Saya pikir ini positif. Mata uang Indonesia sudah seperti 'sampah', harus membawa duit segepok hanya untuk beli barang yang nilainya tak seberapa," katanya kepada VIVAnews, Kamis 5 Agustu 2010. (Wikipedia dan berbagai sumber)[hs/vn]
Kesuksesan ini lalu ditiru Rumania. Pada 1 Juli 2005 Rumania memperkenalkan lei baru (RON) yang senilai 10 ribu lei lama (ROL). Rumania mengeluarkan pecahan 100 lei baru yang menggantikan 1 juta lei, pecahan terbesar saat itu. Tampilan uang itu pun mirip. Hanya angkanya saja yang beda. Setelah redenominasi itu, nilai tukar mereka terhadap dolar AS menjadi 2,98 lei baru. Sementara terhadap euro menjadi 3,6 lei baru. Gubernur Bank Nasional Rumania Mugur Is?rescu terpaksa memotong lei karena inflasi di negera itu sangat tinggi. Di Zimbabwe, pada pertengahan 2008, bank sentral Zimbabwe juga sukses memangkas nominal uang hingga seper sepuluh miliar. Alias 10 miliar Zimbabwe dipotong menjadi 1 dolar Zimbabwe. Pemotongan ini menyusul inflasi parah hingga 2,2 juta persen. Pedagang terpaksa menaikkan harga jualan demi mempertahankan bisnisnya.
Hiperinflasi yang terjadi di negeri Afrika ini tidak lain disebabkan langkah Gubernur Bank Sentral Zimbabwe Gideon Gono yang memotong 3 digit nominal dolar Zibabwe pada pertengahan 2006. Hal ini dilakukan agar penduduk tidak kerepotan membawa bergepok-gepok uang untuk berbelanja. Namun, gara-gara itu, harga barang malah naik drastis. Pada tahap pertama ini, redenominasi di Zimbabwe bisa dianggap gagal. Menyikapi kasus Zimbabwe yang gagal di tahap pertama, analis mata uang Farial Anwar mengatakan, "Jangan samakan Indonesia dengan Zimbabwe. Perekonomian Indonesia jauh tertata rapih dibandingkan dengan Zimbabwe." Meski demikian, Indonesia harus waspada dengan mempersiapkan rencana ini secara matang. "Saya pikir ini positif. Mata uang Indonesia sudah seperti 'sampah', harus membawa duit segepok hanya untuk beli barang yang nilainya tak seberapa," katanya kepada VIVAnews, Kamis 5 Agustu 2010. (Wikipedia dan berbagai sumber)[hs/vn]
0 komentar:
Posting Komentar